Apalagi pemilihan warna- warna cahaya yang mencirikan tempat tinggal masing- masing ras. Meskipun gimmick 3D kurang begitu efektif dalam memberikan kesan depth dan pop- up. Namun sayangnya, selain menjadi daya tarik tersendiri, hal ini malah justru juga menjadi bumerang bagi filmnya. Karena hal ini malah jadi menganaktirikan karakter lainnya yang sudah lebih dulu diperkenalkan, yaitu Splinter.
Paska kesuksesan Shrek yang luar biasa, studio animasi yang jika dirunut sejarahnya berasal dari studio animasi milik Steven Spielberg, Amblimation, telah menjadi salah satu studio animasi terdepan dalam urusan animasi 3Dnya. Dreamworks Animation bersaing ketat dengan Pixar dan Bluesky Studios, meskipun secara prestige dan kedalaman cerita, masih belum bisa menyaingi Pixar. Namun jika dilihat dari segi menghibur dan fun, Dreaworks Animation masih bisa dikatakan berada dalam posisi terdepan bersama Bluesky.
Review Awal The Invisible Man, Kutukan Universal Akhirnya Pergi
Tidak perlu memiliki cerita yang berbelit- belit layaknya fantasi rekaan JRR Tolkien tersebut. lihat situsnya Dan bisa dikatakan memang, CGI memiliki peran yang cukup dominan dalam film ini.
Meskipun sempat kalah ketika beberapa filmnya memiliki gelar twin movie dengan Disney. Antz harus kalah dengan A Bug’s Life, Shark Tale harus kalah telak dengan Finding Nemo, namun Madagascar berhasil mengalahkan animasi The Wild-nya Disney dengan gambar yang lebih menarik dan cerita yang lebih menghibur. Jajaran cast bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan terlalu serius.
Selain menghadirkan visualisasi luar angkasa yang cantik, lewat Valerian and the City of Thousand Planets gue dikenalkan oleh sebuah lagu menarik berjudul A Million on My Soul yang dinyanyikan oleh penyanyi berkebangsaan Kanada, Alexiane. Single utama untuk film ini mungkin memang I Feel Everything yang dinyanyikan oleh aktris utamanya, Cara Delevingne.
Dan beberepa scene juga memang sudah cukup mewakili permainan strategi perang seperti melihat camp secara birdview yang menggambarkan para tentara sedang sibuk untuk mempersiapkan sebuah pertempuran. Banyak yang membanding- bandingkan film ini dengan The Lord of The Rings. Wajar, pasalnya mahluk mahluk fantasi yang dipakai kurang lebih sama. Orc, elf, dwarf memang menjadi salah satu latar belakang karakter dari film ini.
Film semacam ini tidak membutuhkan akting yang bagus dan yang penting hanya bisa beraksi memuaskan penggemar laga fantasi semata. Makanya bakat seperti Ben Foster cukup disayangkan di dalam film ini. Karena tidak memiliki kesempatan untuk mengeksplor kemampuannya dalam mengolah akting. Oke, saya tidak main game- nya dan pengetahuan saya cukup sebatas melihat gambat dan mendengar cerita- cerita teman yang bermain film ini. Namun apa yang menjadi visualisasi saya dari cerita sekaligus rujukan gambar screenshot game- nya, tampilan Orc di film ini sudah cukup baik.
Lain halnya dengan Bebop dan Rocksteady yang terasa seperti scene stealer, dan bisa dikatakan menjadi satu- satunya karakter antagonis yang cukup menarik dari sekuel ini. Jika ditilik dari banyaknya karakter, hal ini seperti hanya untuk mengejar penjualan merchandise dan action figure belaka. Sama halnya dengan franchise Transformers yang selalu kebanjiran karakter baru tapi terlalu dangkal dalam memberikan ruang untuk tampil. Pada tahun 2014 lalu, muncullah adaptasi Kura- Kura Ninja terbaru yang diproduseri oleh Michael Bay. Ada yang menilai film ini layaknya film komik masa kini, yaitu menggunakan unsur dark.
Peperangan di antara para mahluk fiksi tersebut juga menjadi plot inti dari film ini. Yang menjadi jualan utama dari film ini adalah peperangan yang cukup epik.
Penonton yang menonton film macam ini seharusnya sudah maklum bahwa kisah yang dihadirkan akan sangat dangkal. Jualannya tidak lain dan tidak bukan adalah pesta CGI yang melimpah ditambah adegan aksi petualangan yang seru.
Belum jauh proses produksi bergulir, film ini sudah mendapatkan kecaman dari penyuka mitologi. Pasalnya pemilihan aktor dan aktris tidak mendapatkan restu dari para fans akibat isu whitewashing. Oke, mungkin untuk dewa dan dewi pihak produser bisa berdalih karena tidak ada ras seperti manusia bagi mereka. Jadi masih sah- sah aktor dari berbagai macam ras memerankan satu dewa.
Namun di dalam film ini, tidak luput pula beberapa karakter manusia Mesir kuno yang diperankan oleh orang bule. Now You See Me 2 sekali lagi membuktikan pendapat bahwa film sekuel memiliki kualitas di bawah film pertamanya. Dan membuktikan bahwa Jon M. Chu tidak memiliki kualitas seorang sutradara film sekuel . Saya berharap ke depannya, jika memang harus dan gak ada pilihan lain selain M. Chu sebagai sutradara, setidaknya Lionsgate mau mengajak duo kreator untuk memegang naskah.
Secara garis besar, kisah dewa- dewi macam ini tidak akan jauh dari isu- isu iri, dengki, perebutan tahta, dan balas dendam yang terjadi di antara 2 dewa yang masih memiliki hubungan keluarga. Bahkan jilid pertama film Thor-pun mengangkat tema yang tidak terlalu jauh dengan apa yang dikisahkan film ini. Dalam hal ini Clash of The Titans masih unggul karena memiliki quote “Release the Kraken”.
Sehingga plot cerita menjadi lebih terarah, rapi, dan menarik seperti film pertamanya. Susah banget untuk ngebuattrackSupermarine keluar dari dalem kepala. Kompilasi album pertamanya bisa dibilang sukses mencuri perhatian dan mengangkat tren untuk memasukkan lagu-lagu lawas ke dalam film. Dalam sekuelnya, mereka pun kembali menghadirkan sebuah kompilasi yang menjadimixtapebagi karakter Star-Lord. Setelah sukses mengangkat Hooked on a Feeling di film pertamanya, tembang lawas milik Sweet berjudul Fox on the Run pun menjadianthemtersendiri di film keduanya ini, selain tetap menghadirkan barisantrackjadul yang sayang untuk dilewatkan.